Teknologi realitas virtual telah digunakan dalam pendidikan farmasi selama bertahun-tahun untuk menyediakan pengalaman belajar yang menarik. Sistem Virtual Reality (VR) interaktif melibatkan perangkat seperti computer atau ponsel pintar yang menghasilkan animasi waktu nyata. Komponen utama termasuk pelacak posisi untuk memantau gerakan pengguna dan Head-Mounted Display (HMD) yang memberikan tampilan visual imersif. HMD memanfaatkan lensa untuk menciptakan efek stereoskopik 3D, menciptakan pengalaman multisensori yang memungkinkan pengguna merasakan simulasi virtual. Teknologi ini telah menunjukkan potensi besar di bidang pendidikan farmasi. Selain itu, VR dapat memvisualisasikan anatomi kompleks dan interaksi farmakologis, sehingga memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang konsep-konsep ini.
Pengenalan Era 5.0 dan Relevansi Virtual Reality (VR) dalam Dunia Farmasi
Era 5.0 mengedepankan integrasi antara teknologi digital dan kemanusiaan, di mana manusia dan teknologi berkolaborasi untuk menghasilkan solusi inovatif yang mendukung kesejahteraan masyarakat luas. Dalam dunia farmasi, teknologi Virtual Reality (VR) dan Metaverse membuka peluang baru dalam penyelenggaraan uji klinis virtual yang lebih aman, efisien, dan efektif.
(Sumber : https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11206184/)
Implementasi di Metaverse untuk Uji Klinis
Metaverse menawarkan ruang yang memungkinkan interaksi virtual antarpartisipan uji klinis, dokter, dan peneliti. Dalam platform ini, partisipan bisa berkomunikasi dan menjalani simulasi uji klinis yang disesuaikan dengan kondisi mereka. Penggunaan avatar dan lingkungan 3D memungkinkan visualisasi respon tubuh secara real-time, yang akan meningkatkan kualitas analisis data medis. Selain itu, teknologi blockchain bisa digunakan untuk menyimpan data partisipan dengan aman, memastikan privasi dan integritas data.
Pengembangan Obat
Metaverse berpotensi mempercepat pengembangan obat, meningkatkan keamanan dan kemanjuran obat baru, serta mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk memasarkan obat baru. Metaverse dapat memungkinkan terciptanya lingkungan tempat pengembang obat dapat mensimulasikan efek obat pada tubuh manusia. Simulasi ini dapat membantu peneliti mengidentifikasi potensi masalah keamanan dan kemanjuran dengan obat baru sebelum diuji dalam uji klinis pada manusia, yang berpotensi mengurangi waktu dan biaya yang diperlukan untuk pengembangan obat. Dalam desain obat, VR dapat digunakan tidak hanya untuk memvisualisasikan dan berinteraksi dengan (DT) molekul, tetapi juga untuk berinteraksi dengan simulasi dinamika molekul ‘on the fly’ (juga disebut “dinamika molekul interaktif dalam VR” atau “IMD-VR”). Dengan menggunakan teknik baru ini, perusahaan farmasi akan dapat menyelesaikan studi klinis dalam hitungan minggu, bukan bulan atau tahun, dan dengan biaya yang lebih rendah.
VR Pengobatan Pengganti Farmakoterapi pada Kecemasan & Gangguan
Dalam tinjauan literatur medis saat ini, aplikasi klinis VR telah dikembangkan untuk terapi psikologis, terutama dalam menangani gangguan kecemasan dan fobia seperti PTSD, gangguan kecemasan umum, gangguan kecemasan sosial, gangguan panik, OCD, agorafobia, arachnofobia, dan klaustrofobia. Terapi paparan berbasis VR menawarkan alternatif dari terapi paparan tradisional dengan menciptakan lingkungan virtual yang aman dan terkontrol, memungkinkan pasien untuk secara bertahap menghadapi situasi yang memicu kecemasan mereka. Paparan yang berulang terhadap skenario VR mengurangi kecemasan, mengubah respons sensorik dan kognitif pasien, serta melemahkan keyakinan yang mendasari ketakutan mereka. Pasien juga cenderung lebih menerima VR dibandingkan paparan dunia nyata, karena memberikan kenyamanan dan fleksibilitas lebih dalam menyesuaikan tingkat intensitas skenario. VR juga telah digunakan dalam pengobatan kecanduan, gangguan makan, dan autisme.
Menurut data Anses tahun 2019, rata-rata sesi realitas virtual bagi pengguna berlangsung selama lebih dari satu jam. Sementara temuan yang sama menunjukkan bahwa usia 12-13 tahun merupakan rentang usia paling populer untuk paparan realitas virtual di kalangan anak-anak, sementara permainan video menjadi hobi utama di kalangan pengguna.
Sarana untuk Terapi Rehabilitasi
Virtual Reality juga dapat digunakan sebagai sarana untuk terapi dan rehabilitasi pasien dengan kondisi kesehatan tertentu. Dalam studi peneliti University of Southern California Institute for Creative Technologies (ICT), yang ditampilkan di situs National Center for Biotechnology Information, ditemukan adanya dampak positif dari penerapan terapi trauma berbasis VR tersebut. Dalam terapi ini, peneliti menciptakan kembali tragedi teror itu secara virtual. Usai menyaksikan reka ulang virtual itu, peneliti menemukan terapi VR itu sukses mengurangi gejala PTSD akut.
Tantangan yang Dihadapi Kemajuan Teknologi di Bidang Farmasi
Dengan potensi semua teknologi baru ini, ada beberapa tantangan. Yang paling penting adalah bagaimana memastikan bahwa data yang dikumpulkan dari pasien dijaga kerahasiaannya dan keamanannya serta digunakan secara etis. Mereka yang memanfaatkan teknologi ini mungkin juga perlu menentukan cara mengintegrasikan data dari AI, AR, VR, dan perangkat yang dapat dikenakan ke dalam sistem kesehatan baru atau yang sudah ada. Ini mungkin memerlukan standar dan protokol umum untuk memastikan berbagai sistem dapat berkomunikasi satu sama lain. Tantangan lainnya adalah mempelajari cara memastikan pendidikan dan pelatihan apoteker mencakup informasi tentang cara terbaik menggunakan data ini.
Kesimpulan :
Penggunaan Virtual Reality (VR) dan Metaverse dalam pendidikan dan pengobatan farmasi menunjukkan perkembangan pesat, khususnya dalam era 5.0 yang menekankan integrasi teknologi dengan kemanusiaan. uji klinis, pengembangan obat, serta terapi rehabilitasi di Era 5.0. VR telah digunakan dalam pendidikan farmasi untuk menciptakan pengalaman belajar interaktif. Dalam hal ini metaverse menawarkan ruang virtual bagi partisipan, dokter, dan peneliti untuk berinteraksi dalam simulasi medis yang realistis, memfasilitasi visualisasi respons tubuh dan penyimpanan data yang aman melalui blockchain. Metaverse juga membuka peluang mempercepat pengembangan obat dengan mensimulasikan efeknya pada tubuh manusia, yang berpotensi menghemat waktu dan biaya. Selain itu, VR memberikan alternatif terapi untuk gangguan kecemasan, PTSD, dan kecanduan, dengan menghadirkan lingkungan virtual yang aman bagi pasien. Meskipun menjanjikan, penerapan teknologi ini masih menghadapi tantangan, terutama dalam menjaga kerahasiaan data, memastikan keamanan, dan menetapkan protokol integrasi dengan sistem kesehatan yang ada.
Referensi:
- https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11206184
- https://vection-technologies.com/solutions/industries/healthcare-and-pharma
- https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK548973
- https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2489/teknologi-virtual-reality-dalam-dunia-kesehatan
- Is Virtual Reality Bad for Our Health? Studies Point to Physical and Mental Impacts of VR Usage | Research Communities by Springer Nature
- The Past, Present, and Future of Virtual Reality in Pharmacy Education – ScienceDirect
- Virtual Reality in Pharmacy: Opportunities for Clinical, Research, and Educational Applications – PMC
- https://connect.ashp.org/blogs/rigoberto-segovia/2023/09/06/uncovering-the-potential-of-pharmacy-in-the-virtua?ssopc=1
- (Sumber Gambar : https://vection-technologies.com/solutions/industries/healthcare-and-pharma/)
Penulis : Maulidiah – Fakultas Farmasi UBP Karawang