Rantai pasok farmasi merupakan salah satu aspek penting dalam industri kesehatan yang berperan dalam memastikan ketersediaan obat dan produk kesehatan lainnya kepada konsumen. Dalam masa era digital saat ini, penerapan sistem informatika dalam manajemen rantai pasok telah menjadi salah satu kunci penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Dikutip dari Kelle dan Akbulut (2014), sistem informasi yang terintegrasi dapat mengurangi waktu siklus pengiriman produk hingga 30%, yang sangat penting dalam konteks farmasi, dimana ketepatan waktu dan akurasi sangat diperlukan (Kelle, P. & Akbulut, A., 2014. The impact of supply chain integration on operational performance: A study of the pharmaceutical industry. *Journal of Business Research*, 67(4), pp. 706-712).
Di Indonesia tantangan dalam rantai pasokan farmasi mencakup masalah distribusi, manajemen inventaris, dan juga kepatuhan terhadap regulasi. Data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menunjukkan bahwa sekitar 20% obat yang beredar tidak memenuhi standar kualitas, yang sebagian besar disebabkan oleh manajemen rantai pasok yang kurang baik (BPOM, 2022). Oleh karena itu, penerapan sistem informatika yang efektif sangat berperan dalam mengatasi masalah ini dengan menyediakan data real-time yang diperlukan untuk pengambilan keputusan yang lebih baik.
Selain itu, penggunaan teknologi seperti Internet of Things (IoT) dan big data analytics dalam rantai pasok farmasi dapat meningkatkan visibilitas dan transparansi. Sebuah studi oleh Chae (2019) menunjukkan bahwa perusahaan farmasi yang menerapkan analitik data besar dalam rantai pasok mereka dapat meningkatkan akurasi prediksi permintaan hingga 25% (Chae, B., 2019. Supply chain management in the big data era: A review and future directions. *International Journal of Production Economics*, 211, pp. 1-13). Berdasarkan hal tersebut, pentingnya sistem informatika dalam rantai pasok farmasi tidak dapat diabaikan.
Penerapan Sistem Informatika dalam Rantai Pasok Farmasi
Penerapan sistem informatika dalam rantai pasok farmasi mencakup penggunaan perangkat lunak manajemen rantai pasok (Supply Chain Management/SCM) yang dirancang khusus untuk industri ini. Sistem ini memungkinkan pemantauan dan pengelolaan aliran barang dari produsen hingga konsumen akhir. Menurut penelitian oleh Gunasekaran et al. (2017), perusahaan yang mengadopsi sistem SCM berbasis informasi dapat meningkatkan keuntungan mereka hingga 15% melalui pengurangan biaya operasional dan peningkatan layanan pelanggan (Gunasekaran, A., Subramanian, N., & Rahman, S., 2017. A framework for supply chain performance measurement. *International Journal of Production Economics*, 185, pp. 1-10).
Contoh kasus yang relevan dapat dilihat pada perusahaan farmasi multinasional seperti Pfizer, yang telah menerapkan sistem informasi untuk mengelola rantai pasok mereka secara global. Pfizer menggunakan sistem ERP (Enterprise Resource Planning) yang terintegrasi untuk memantau semua aspek operasionalnya, termasuk produksi, distribusi, dan manajemen inventaris. Hasilnya, Pfizer berhasil mengurangi limbah produksi sebesar 20% dan meningkatkan kepuasan pelanggan melalui pengiriman tepat waktu (Pfizer Annual Report, 2021).
Di Indonesia, beberapa perusahaan farmasi lokal juga mulai mengadopsi teknologi ini. Misalnya, Kimia Farma telah mengimplementasikan sistem informasi manajemen rantai pasok yang memungkinkan mereka untuk mengoptimalkan pengelolaan inventaris dan mempercepat proses distribusi. Hal ini terbukti efektif dalam meningkatkan ketersediaan produk di pasar, terutama selama masa pandemi COVID-19 (Kimia Farma, 2022).
Namun, penerapan sistem informatika tidak tanpa tantangan. Banyak perusahaan, terutama yang lebih kecil, menghadapi kesulitan dalam mengadopsi teknologi baru karena keterbatasan sumber daya dan pengetahuan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari pemerintah dan lembaga terkait untuk menyediakan pelatihan dan sumber daya yang diperlukan agar semua pelaku industri dapat beradaptasi dengan perubahan ini (Sari, R. & Iskandar, T., 2023. Challenges and opportunities in the adoption of information systems in the pharmaceutical supply chain in Indonesia. *Indonesian Journal of Pharmacy*, 14(2), pp. 45-56).

Sumber gambar : https://www.slideshare.net/slideshow/01102020supply-chain-introductionsharedpptx/257267585#12
Manfaat Sistem Informatika dalam Rantai Pasok Farmasi
Sistem informatika dalam rantai pasok farmasi memberikan berbagai manfaat yang signifikan, baik dari segi efisiensi operasional maupun peningkatan layanan pelanggan. Salah satu manfaat utama adalah kemampuan untuk meningkatkan akurasi dalam pengelolaan inventaris. Menurut penelitian oleh Jüttner et al. (2016), perusahaan yang menggunakan sistem informasi untuk memantau inventaris secara real-time dapat mengurangi kekurangan stok hingga 50% (Jüttner, U., Peck, H., & Christopher, M., 2016. Supply chain risk management: Outlining an agenda for future research. *International Journal of Logistics Research and Applications*, 19(2), pp. 124-141).
Selain itu, sistem informatika juga memberikan kemampuan kepada perusahaan untuk melakukan analisis data yang lebih baik. Dengan memanfaatkan big data, perusahaan dapat menganalisis pola permintaan dan perilaku konsumen, sehingga dapat tercapai realisasi perencanaan yang lebih akurat. Sebuah studi oleh Waller dan Fawcett (2019) menunjukkan bahwa perusahaan yang menerapkan analitik data dapat meningkatkan efisiensi operasional mereka hingga 30% (Waller, M.A. & Fawcett, S.E., 2019. Data science, predictive analytics, and big data: A revolution that will transform supply chain design and management. *Journal of Business Logistics*, 40(1), pp. 1-5).
Di samping itu, sistem informasi juga berkontribusi dalam meningkatkan transparansi dalam rantai pasok. Dengan adanya sistem yang terintegrasi, semua pihak yang terlibat dalam rantai pasok dapat mengakses informasi yang sama, sehingga meminimalkan risiko kesalahan dan meningkatkan kolaborasi. Contoh nyata dapat dilihat pada perusahaan farmasi yang menerapkan blockchain untuk melacak asal-usul produk, yang membantu dalam menjamin kualitas dan keamanan obat (Kshetri, N., 2018. Can blockchain revolutionize supply chain management? *International Journal of Information Management*, 39, pp. 80-89).
Namun, untuk memaksimalkan manfaat ini, perusahaan perlu berinvestasi dalam pelatihan karyawan dan pengembangan sistem yang sesuai. Hal ini akan memastikan bahwa semua anggota tim memiliki pengetahuan yang diperlukan untuk menggunakan sistem informasi secara efektif. Dalam konteks ini, kolaborasi antara perusahaan dengan penyedia teknologi informasi juga sangat penting untuk menciptakan solusi yang tepat guna (Harrison, A. & van Hoek, R., 2020. Logistics Management and Strategy: Competing Through the Supply Chain. 5th ed. Pearson Education).
Tantangan dalam Implementasi Sistem Informatika
Meskipun sistem informatika menawarkan banyak manfaat, tantangan dalam implementasinya juga tidaklah kecil. Salah satu tantangan utama adalah biaya yang terkait dengan pengadaan dan pemeliharaan sistem. Menurut laporan dari McKinsey & Company (2021), perusahaan farmasi harus mengeluarkan hingga 20% dari anggaran TI mereka untuk sistem manajemen rantai pasok (McKinsey & Company, 2021. The future of supply chain management in pharmaceuticals: Trends and challenges. Retrieved from [McKinsey website](https://www.mckinsey.com)).
Selain itu, ada juga tantangan dalam hal integrasi sistem yang ada dengan teknologi baru. Banyak perusahaan farmasi masih menggunakan sistem legacy yang tidak kompatibel dengan solusi modern. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan dalam transfer data dan komunikasi antar departemen, yang pada akhirnya menghambat efisiensi operasional (Harrison, A. & van Hoek, R., 2020).
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah keamanan data. Dengan meningkatnya penggunaan sistem informasi, risiko kebocoran data juga meningkat. Penelitian oleh Ponemon Institute (2022) menunjukkan bahwa rata-rata biaya pelanggaran data mencapai $3,86 juta, yang dapat berdampak signifikan bagi perusahaan farmasi yang mengelola informasi sensitif (Ponemon Institute, 2022. Cost of a Data Breach Report 2022. Retrieved from [Ponemon Institute website](https://www.ponemon.org)).
Selain itu, terdapat juga tantangan dalam hal perubahan budaya organisasi. Penerapan sistem informatika sering kali memerlukan perubahan dalam cara kerja dan proses bisnis yang ada. Hal ini dapat menyebabkan resistensi dari karyawan yang merasa tidak nyaman dengan perubahan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi manajemen untuk memberikan dukungan dan pelatihan yang memadai untuk memfasilitasi transisi ini (Kotter, J.P., 2012. Leading Change. Harvard Business Review Press).

Sumber gambar : https://www.slideshare.net/slideshow/01102020supply-chain-introductionsharedpptx/257267585#12
Kesimpulan dan Rekomendasi
Dalam kesimpulan, penerapan sistem informatika dalam rantai pasok farmasi memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akurasi. Namun, tantangan dalam implementasinya harus diatasi agar manfaat tersebut dapat direalisasikan sepenuhnya. Oleh karena itu, perusahaan perlu melakukan analisis mendalam terhadap kebutuhan dan sumber daya yang tersedia sebelum melaksanakan perubahan. Selain itu, kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, penyedia teknologi, dan lembaga pendidikan, sangat penting untuk menciptakan ekosistem yang mendukung inovasi dalam rantai pasok farmasi. Termasuk juga peran apoteker sebagai salah satu posisi teratas yang menerima dan menggunakan data serta sistem informasi harusnya terus untuk mengupgrade kemampuan.
Rekomendasi untuk perusahaan farmasi adalah untuk mulai dengan mengidentifikasi area yang paling membutuhkan perbaikan dan menerapkan solusi sistem informasi secara bertahap. Dengan pendekatan ini, perusahaan dapat mengurangi risiko dan biaya yang terkait dengan implementasi. Selain itu, investasi dalam pelatihan karyawan dan pengembangan budaya organisasi yang mendukung teknologi baru akan sangat bermanfaat untuk keberhasilan jangka panjang.
Penulis
Thitanyana W – 22416248201002 – FM22E – Farmasi UBP Karawang
Referensi
1. Kelle, P. & Akbulut, A. (2014). The impact of supply chain integration on operational performance: A study of the pharmaceutical industry. *Journal of Business Research*, 67(4), pp. 706-712.
2. Chae, B. (2019). Supply chain management in the big data era: A review and future directions. *International Journal of Production Economics*, 211, pp. 1-13.
3. Gunasekaran, A., Subramanian, N., & Rahman, S. (2017). A framework for supply chain performance measurement. *International Journal of Production Economics*, 185, pp. 1-10.
4. Waller, M.A. & Fawcett, S.E. (2019). Data science, predictive analytics, and big data: A revolution that will transform supply chain design and management. *Journal of Business Logistics*, 40(1), pp. 1-5.
5. Jüttner, U., Peck, H., & Christopher, M. (2016). Supply chain risk management: Outlining an agenda for future research. *International Journal of Logistics Research and Applications*, 19(2), pp. 124-141.
6. Kshetri, N. (2018). Can blockchain revolutionize supply chain management? *International Journal of Information Management*, 39, pp. 80-89.
7. Harrison, A. & van Hoek, R. (2020). Logistics Management and Strategy: Competing Through the Supply Chain. 5th ed. Pearson Education.
8. McKinsey & Company. (2021). The future of supply chain management in pharmaceuticals: Trends and challenges. Retrieved from [McKinsey website](https://www.mckinsey.com).
9. Ponemon Institute. (2022). Cost of a Data Breach Report 2022. Retrieved from [Ponemon Institute website](https://www.ponemon.org).
10. Sari, R. & Iskandar, T. (2023). Challenges and opportunities in the adoption of information systems in the pharmaceutical supply chain in Indonesia. *Indonesian Journal of Pharmacy*, 14(2), pp. 45-56.
Sumber gambar : https://lokal-media.com/training-supply-chain-management-untuk-industri-farmasi-2/